Talent Bing Slamet mulai terasah ketika bergabung dengan Orkes Terang Bulan yang dipimpin Husin Kasimun. Kemudian bergabung bersama kelompok teater Pantja Warna setahun menjelang kemerdekaan Indonesia. Kecintaannya terhadap seni semakin dalam hingga dia terpaksa mengubur asa kedua orangtuanya yang menginginkan menjadi dokter atau insinyur. Bidang seni adalah pilihan bulat yang ditempuh Bing Slamet dalam perjalanan hidupnya.
MUSIK DAN FILM
Diakui kematangannya di dunia tarik suara terpupuk semenjak bekerja di RRI. Bing Slamet banyak mengadopsi ilmu dan pengalaman dari pemusik Iskandar dan pemusik keroncong tenar, M Sagi, serta sahabat-sahabat musikal lainnya seperti Sjaifoel Bachrie, Soetedjo, dan Ismail Marzuki. Satu nama lagi yaitu Sam Saimun yang dikenalnya sejak bertugas di Yogyakarta pada tahun 1944. Bagi Bing, Sam Saimun adalah tokoh penyanyi panutannya. Tak sedikit yang menyebut timbre vokal Bing sangat mirip dengan Sam Saimun. Di tahun 1949 titik awal Bing Slamet mulai dikenal ketika menghiasi soundtrack film Menanti Kasih yang dibesut Mohammad Said dengan bintang A Hamid Arief dan Nila Djuwita .
Tak hanya puas dengan kesuksesan di dunia tari suara, Bing mulai menguji bakat aktingnya di dunia sinema sebagai aktor sejak tahun 1950. Pada tahun 1955, Bing Slamet mulai menoreh prestasi dengan menjadi juara Bintang Radio untuk jenis Hiburan. Piringan hitam Bing pun mulai dirilis pada label Gembira Record dan Irama Record. Ia terampil menyanyikan langgam keroncong hingga pop dan jazz. Selain menyanyi, Bing pun memainkan gitar sekaligus menulis lagu. Salah satu tembang pertama yang ditulisnya bersama gitaris jazz, Dick Abell, adalah 'Cemas' .
Seiring perjalanan karir musiknya maka bermunculanlah lagu-lagu karya Bing Slamet lainnya, semisal 'Hanya Semalam', 'Risau', 'Padamu', 'Murai Kasih', hingga 'Belaian Sayang'. Lagu yang disebut terakhir dianggap sukses di mata khalayak. Masih ingatkah Anda ketika Bing Slamet menyanyikan dengan fasih lagu berbahasa Minang 'Sansaro' ? Atau dengan luwes Bing menyanyikan lagu 'Selayang Pandang' dari ranah Melayu? Tak pelak lagi, Bing adalah penyanyi serba bisa yang memiliki fleksibiltas tak tertandingi.
Di tahun 1963, pria ini membentuk sebuah grup musik yang diberi nama Eka Sapta dengan pendukungnya, antara lain Bing Slamet (gitar, perkusi, vokal), Idris Sardi (bass,biola), Lodewijk 'Ireng' Maulana (gitar, vokal), Benny Mustapha van Diest (drum), Itje Kumaunang (gitar), Darmono (vibraphone), dan Muljono (piano). Eka Sapta menjadi fokus perhatian, karena keterampilannya memainkan musik yang tengah tren pada zamannya. Eka Sapta lalu merilis sejumlah album pada label Bali Record, Canary Record, dan Metropolitan Records, yang kelak berubah menjadi Musica Studio's. Eka Sapta adalah kelompok musik pop yang terdepan di negeri ini pada era 60-an hingga awal 70-an.
Bing Slamet hebatnya mampu membagi konsentrasi antara bermain musik, menyanyi, bikin lagu, melawak, dan main film layar lebar. Setidaknya ada 20 film layar lebar yang dibintanginya, mulai dari era film hitam putih hingga berwarna. Bing pun tercatat beberapa kali membentuk grup lawak antara era 50-an hingga 70-an di antaranya Trio Los Gilos, Trio SAE, EBI, dan yang paling lama bertahan adalah Kwartet Jaya bersama Ateng, Iskak, dan Eddy Soed.
BING SLAMET WAFAT
Dian bahagian kini padam sudah
Derai air mata tak putus membasah
("Risau")
Derai air mata tak putus membasah
("Risau")
Lirik lagu 'Risau' yang menggetarkan sukma, seolah selaras dengan iring-iringan mobil dan motor sepanjang 4 kilometer mengantarkan jenazahnya ke pemakaman Karet Selasa siang 18 Desember 1974. Bumi Jakarta banjir genangan air mata meratapi kepergian salah satu seniman terbaik di Indonesia. Kepergiannya begitu cepat disaat Indonesia masih membutuhkan karya-karya briliannya. Semua memang merasa kehilangan sosok seniman komplet itu. Terampil bermain gitar, berbekal suara emas. Piawai menyusun komposisi musik dan cakap dalam seni peran, termasuk melawak.
Bing Slamet adalah penghibur sejati yang sangat memahami hasrat dan keinginan penikmatnya. Simaklah untaian nada dan kata yang dipilihnya menjadi jalinan lagu yang hingga kini masih kita akrabi, meski terkadang ada jaringan yang raib antar generasi perihal eksistensi Bing Slamet. Rasanya, tak semua generasi kiwari yang mengenal sosok Bing Slamet secara utuh. Ini yang patut disayangkan.
PENGHARGAAN
Sebagai apresiasi atas dedikasinya di bidang seni, pada 10 Juni 1972 menerima Piagam Penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Namun penghargaan Nasional baru diperoleh setelah 28 tahun pasca kematiannya. Di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Puteri, Bing Slamet memperoleh Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma di Istana Negara tanggal 7 November 2003. Medali dan piagam penghargaan diterima oleh putra kedua Bing Slamet, Hilmansyah.
0 komentar:
Posting Komentar