Sabtu, 29 Oktober 2011

Sejarah Batik

Indonesia adalah negara kepulauan yang paling luas di seluruh dunia. Terletak di Asia Tenggara dan terdiri atas bermacam-macam pulau, serta jumlahnya lebih dari dua ratus ribu. Luas tanahnya kira-kira lima kali ganda daripada Jepang dan penduduknya lebih dari dua ratus juta orang.

Mengenai teknik celup dan tenun tradisional, kata orang tekniknya juga mencapai sebanyak jumlah pulau atau suku. Motifnya atau warnanya berbeda berdasarkan masing-masing desa. Oleh karena itu, Indonesia adalah negara terkemuka dalam bidang celup dan tenun tradisional.

Selain batik yang sangat disenangi oleh orang Jepang dengan namanya“Jawa Sarasa” , di Indonesia ada teknik celup dan tenun seperti ikat, simbut, tritik, pelangi, pentol, dan lain-lain. Diantaranya, batik, ikat, pelangi, dan tritik (semua itu memang bahasa Indonesia) sudah menjadi kata-kata internasional. Latar belakang yang penginternasionalan kata-kata bahasa Indonesia tersebut berdasarkan hasil usaha peneliti ilmu Antropologi orang Belanda seperti Rouffaer, Jasper, dan sebagainya. Sejak akhir abad ke-19 sampai permulaan abad ke-20, hal itu mulai diperkenalkan oleh Rouffer di Eropa.

Daerah penghasil batik adalah sekitar Sumatera selatan (Palembang dan Jambi), Pulau Jawa, Pulau Madura, dan sebagian Pulau Bali. Di dalam Pulau Jawa, daerah pedalaman (terletak Yogyakarta dan Surakarta), dan daerah pesisir yang diwakili Pekalongan dan Cirebon merupakan dua daerah penghasil batik terbesar.
Tentang sejarah batik, asal usulnya belum terang karena tidak ada data, literatur, dan benda nyata kain-kain. Semua itu sudah menjadi busuk sebab iklim Indonesia adalah iklim tropis yang suhu tinggi dan kelembaban udara tinggi.

Kemudian, pembatik terpilih kerajinan tangan yang halus bagi wanita dan perempuan keluarga raja dan bangsawan kraton. Pembatik makin lama makin menjalar di dalam kraton. Akan tetapi, orang awam tidak dapat membatik karena bahan bakunya jarang ada dan terlalu mahal. Pada akhir abad ke-16 di daerah pesisir, perdagangannya mendapat kemajuan pesat sekali, sebab itu usaha dagang daerah itu berkembang. Sehingga sejemlah besar bahan baku batik (kain putih dan lilin) diimpor dari India, Timor atau Sumatera, harganya turun secara besar-basaran. Jadi, orang awam juga bisa membuat batik yang lambang penguasa para raja dan bangsawan. Kemudian, pada permulaan abad ke-17, bahan celup bernama“soga” ditemukan, dan pada akhir abad ke-17, mulai membatik dengan maksud untuk penjualan dan keuntungan. Setelah itu, di bawah kekuasaan Belanda dimajukan pembuatannya.

Di dalam situasi itu, raja dan sultan Yogyakarta dan Surakarta menetapkan motif khusus untuk raja, keluarga raja, dan bangsawan, yaitu motif larangan. Mereka memakai batik bermotif larangan dan membedakan batik orang awam. Waktu tentara Jepang mengadakan pemerintahan militer, kraton itu menghadapi kesukaran dana secara abnormal, akibatnya terpaksa melepaskan dan menjual batik corak larangan dan batik berharga. Akhirnya batik larangan dihapuskan dan orang awam boleh memakainya.

Sekitar pertengahan abad ke-19, setelah“canting cap” (biasanya disebut hanya“cap” saja) direkacipta, jumlah produksinya bertambah. Sebagai akibat mulai diproduksi batik di pabrik, jumlah pabrik dan bengkel batik bertambah, sekaligus industri batik lahir.

Setelah Perang Dunia ?, industri batik mundur karena kurang bahan bakunya, tetapi membangun kembali di bawah orde Sukarno yang melontarkan kebijaksanaan“Sandang Pangan Rakyat” yang memandang batik sebagai pakaian umum. Pada tahun 1955, GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) yang dibentuk pada tahun 1948 di Yogyakarta mendapat perlindungan seperti tunjangan harga kain putih dan hak peredaran monopoli. Pemerintah menargetkan menyuplai batik cap yang murah kepada orang awam. Para pembatik di berbagai daerah menghasilkan banyak keuntungan di bawah kebijaksanaannya. Akan tetapi, dari tahun 1956 sampai tahun 1957 bermacam-macam pakaian yang harganya murah mulai diimpor seiring dengan pengenduran pembatasan impor, jadi zaman keemasan pengusaha batik sudah selesai. Kemudian, kesadaran rakyat terhadap pakaian menujukan perubahan yang pesat di kalangan penduduk kota, anak-anak, dan pria. Oleh karena itu, orang yang mengenakan pakaian Barat bertambah lebih lanjut.

Di bawah orde Soeharto, kebijaksanaan kemajuan ekonomis dijalankan maka kebijaksanaan perlindungan pengusaha batik dihapuskan. Ironisnya target kebijaksanaan Soekarno itu, direalisasikan oleh perusahaan pakaian dan tekstil yang berkembang di lingkungan ekonomi baru. Kemudian, sebagian besar pengusaha batik yang menjadi biasa pembuatan batik cap murah terdesak oleh perusahaan tersebut di atas, terpaksa beralih ke usaha yang lain atau menutup usaha.

Pada awal tahun 1970-an, teknologi print batik muncul. Oleh sebab itu, batik tulis dan batik cap semakin tergeser oleh print batik. Tanpa perlu dikatakan, pasaran batik tulis dan batik cap kalah bersaing dengan print batik yang dapat diproduksi massa. Di dalam keadaan itu, khawatir akan masa depan pembatik dan tradisi batik. Kalau berhadap-hadapan kain-kain dijual dengan posisi konsumen, apa bedaannya antara print batik dan batik yang dibuat secara teknik tradisional? Dasarnya print batik tidak dibuat sebagai barang yang bermutu tinggi, tetapi dibuat barang yang bermutu rendah.
Sebaliknya, Iwan Tirta, Josephine Komara, dan sebagainya membuat“batik generasi baru” yang mempunyai kemewahan dan rasa kelas tinggi yang misalnya dipakai benang emas dan perak serta digunakan sutera bukan katun. Batik yang mereka menjadi populer di kalangan wanita kota-kota Indonesia dan luar negeri. Pengusaha batik generasi baru biasanya dinamakan“pencipta tekstil” atau“kreator tekstil”.

Makin lama makin terang pada awal tahun 1990-an, secara garis besar permintaan batik terbagi tiga pasaran, yaitu kelas tinggi, kelas menengah, dan kelas rendah. Di dalam pasaran tersebut, segi kwantitas pasaran kelas rendah menduduki perbandingan secara mutlak karena sebagian besar penduduknya tinggal di desa-desa, kemudian ada banyak wanita yang riwayat pendidikan dan pendapatan rendah. Oleh karena itu, pasaran batik kelas rendah menjadi terbasar. Permintaan batik kelas tinggi masih kukuh sebab ada adat yang memakai batik tulis bermotif dan berwarna tradisional waktu berdandan di Jawa.

Hal tersebut di atas terjadi dengan lumrah di dalam ekonomi modern yang modal raksasa dan teknologi mesin mendesak industri tradisional kecil-kecilan yang bergantung pekerjaan tangan.

Batik yang menarik dunia ini tidak hanya batik generasi baru, batik tulis, dan batik cap saja. Selain itu, jangan melupakan pakaian, barang kelongtong, dan produksi interior yang mencetak motif batik seperti bunga, garuda,parang, dan lain-lain. Barang-barang tersebut sudah menjadi populer di kalangan baik orang Indonesia maupun orang asing karena dapat menegaskan kembali identitasnya bagi orang Indonesia. Untuk orang asing seperti turis, barang-barang tersebut di atas menjadi kenang-kenangan perjalanannya.

Akhirnya, daya tarik batik bukan tiga pasaran dan barang-barang bermotif batik berpencar-pencar, melainkan saling merangsang, meningkatkan nilai keadaannya, dan memainkan harmoni, yaitu hidup berdampingan dan makmur bersama.

Metode Dalam Membatik
Cetakan-cetakan logam atau metode cap digunakan untuk memenuhi permintaan yang selalu meningkat untuk batik di Indonesia. Pengecapan biasanya dilakukan oleh para pria. Beberapa dari produk dari cap-cap dalam berbagai bentuk dan ukuran yang berbeda mungkin digunakan untuk meletakkan lilin.
Para pekerja pria biasanya meletakkan rancangan-rancangan cap pada meja persegi, kemudian cap tersebut ditekan pada sebuah alas cetakan untuk menyerap lilin dan kemudiandicap menjadi kain atau pakaian. Proses ini diulang hingga pola-pola pada kain tertutup secara keseluruhan. Sebuah hasil yang berkualitas baik, tidak memiliki garis yang saling tumpang tindih. Pekerja yang berkualitas membutuhkan ketrampilan yang bagus untuk mencocokkan rancangan-rancangannya secara tepat.

Metode Canting
canting merupakan sebuah proses yang membutuhkan banyak waktu untuk menghasilkan rancangan-rancangan batik. Pembuat batik menggambarkan rancangan-rancangannya pada pakaian yang menggunakan lilin dengan menggunakan pipa-pipa kecil yang disebut canting. Proses yang menggunakan lilin dengan menggunakan metode canting biasanya dilakukan oleh para wanita yang pertama kali membuat kerangka unsur-unsur utama pada desainnya dengan menggunakan grafit atau arang.
para pekerja canting biasanya duduk di lantai atau tikar didepan anyaman-anyaman bambu yang memiliki pagar mendatar. Untuk melindungi para pekerja dari jatuhnya lilin cair yang panas, mereka menggunakan serbet dipangkuannya. Para pekerja canting akan memasukkan mangkuk cantingnya kedalam lilin dan menggambar rancangan-rancangan pada kain dengan memegang sebuah alat ditelapak tangan kirinya. Proses pemberian lilin dilakukan pada kedua sisi kain untuk meyakinkan bahwa pola-polanya telah diselesaikan dengan baik. Maka batik yang bagus telah diperoleh.

Pakaian Tradisional Batik
Orang Indonesia pada umumnya telah menggunakan batik untuk menghiasi aksesoris pakaian. Oleh karena iklim yang hangat dan lembab, pakaian tradisional Indonesia sederhana dan nyaman.
 Kain Sarong

Satu dari tipe pakaian yang paling umum adalah kain sarong atau pakaian panjang. Ini semacam pakaian yang menutup tubuh mulai dari punggung sampai mata kaki. Ini dipakai oleh para wanita baik secara formal atapun non formal dan juga dipakai oleh para pria untuk pergi ke masjid atau bersantai di rumah.

Kain Panjang
Kain Panjang merupakan seri yang lebih panjang dari Sarong. Ini merupakan sebuah rok / pakaian bawahan yang dipakai oleh pria dan wanita. Kain panjang merupakan sebuah potongan kain yang tidak dijahit semuanya, tetapi dapat menutupi pinggang, biasanya dengan beberapa macam ikat pinggang. Kain panjang biasanya dipakai pada acara-acara yang lebih formal / resmi, terutama di Jawa. Sementara sarong dipakai sebagai pakaian harian bagi pria dan wanita.

Kemben (Pakaian Penutup Dada)
Dahulu wanita Indonesia memakai kemben. Kemben merupakan selembar kain yang sempit dan panjang, yang secara keseluruhan menutupi dada dan membiarkan pundak terbuka. Kemben telah diganti dengan Kebaya yang mana lebih sopan tapi merupakan blus yang cocok dijahit dengan ketat.

Selendang
Selendang melengkapi sebuah pakaian bagi seorang wanita Jawa. ini sama seperti kemben dalam bentuk dan ukurannya. Selendang menjadi sebuah potongan kain yang memiliki fungsi tinggi yang dapat diikatkan pada kepala dengan berbagai cara. Kebanyakan wanita di Jawa memakai selendang yang dapat menunjukkan kepribadian mereka yang sederhana ketika mengenakannya.

Ikat Kepala
Ikat kepala (Blangkon di Jawa) biasanya dipakai oleh pria pada acara-acara formal. Ikat kepala dapat diikatkan dalam berbagai cara untuk membentuk sebuah sorban / ikat kepala. Pada satu kesempatan waktu, Anda dapat menceritakan derajat seorang pria di Indonesia dengan cara dia memakai ikat kepalanya. Saat ini, ikat kepala dapat ditemukan dengan mudah di Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar