Senin, 05 Desember 2011

"mengenal kebudayaan malam 1 suro di yogyakarta"

Hal yang sangat menarik ketika membaca berita, di depan Keraton Yogyakarta para Abdi Dalem dan Juru Kunci melantunkan doa dan kidung sebelum menjalani prosesi ritual tapa bisu mubeng benteng Keraton Yogyakarta pada malam 1 Suro 1433 Hijriyah atau sabtu malam Minggu tanggal 27 November 2011 .

Prosesi tapa bisu mubeng benteng dilakukan untuk menyambut Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram atau 1 Sura di Keraton Yogyakarta. Ribuan orang berjalan kaki tanpa mengeluarkan sepatah kata pun turut serta mengikuti ritual tahunan mengitari benteng Keraton Yogyakarta.

Selama mengitari benteng Keraton Yogyakarta mereka diam seribu bahasa tidak mengeluarkan sepatah katapun alias tapa bisu. Memang lidah dan mulut adalah organ manusia yang sangat istimewa. Dari sanalah keluar kata demi kata, puluhan ratusan ribuan jutaan miliaran kata yang keluar dari mulut manusia di jagat ini. Kata yang keluar bisa lebih manis daripada madu, bisa lebih pahit daripada empedu, bisa lebih panas daripada api yang membara, bisa lebih dingin daripada es, bisa lebih tajam daripada mata pedang, bisa lebih halus daripada sutera, bisa lebih kasar daripada gerinda, bisa lebih luas dari jagat ini apapun dapat dibahasnya mulai dari manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, mikroba, atom, bahan tambang, sungai, danau, laut, udara, langit, matahari, bulan, bintang, mars, jupiter, pluto, planet, setan, jin, nabi, rasul, malaikat, sorga, neraka, dan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Orang bisa terbujuk terkena rayuan gombal, orang bisa saling berkelahi dan saling bunuh karena kata-kata yang kasar dan menusuk hati, orang bisa mengeluarkan air mata ketika mendengar suara yang menyentuh qalbu, orang bisa dendam mendengar kata-kata cacian dan hinaan, orang bisa menurut mendengar kata halus dan bijak, orang bisa semakin keras mendengar kata yang 'menekan dan memojokkan', orang bisa berbohong untuk menutupi aibnya, orang bisa berbohong untuk melancarkan aksi jahatnya, orang bisa memfitnah untuk menjatuhkan lawannya, orang bisa menyebarkan berita bohong untuk kepentingan kelompoknya, orang bisa takluk terkena kata yang mempesona, orang bisa bingung mendengar statement yang 'samar', orang bisa merasa ayem tenteram mendengar alunan suara orang yang mengaji, orang bisa panik dan menangis mendengar berita musibah dan duka, orang bisa menjadi brutal dan kejam ketika dihina.

Dengan tapa bisu atau 'puasa membisu' tanpa mengeluarkan suara sepatah katapun, kita diam sejenak untuk introspeksi diri kita yang banyak melakukan kekhilafan, kesalahan dan dosa baik kecil sedang maupun besar terhadap Allah Tuhan Yang Maha Penyayang, dalam hati kita mohon ampun atas kesalahan dan dosa terhadap manusia dan Allah Tuhan Semesta Alam, dalam hati kita mohon pinaringan ayem tenteram dan wilujeng di dunia dan akherat, dalam hati kita mohon tetap diberi keimanan, dalam hati kita mohon kepada Allah Tuhan Yang Maha Penyayang diberi rejeki yang melimpah dan barokah, dalam hati kita mohon kepada Allah SWT diberi keselamatan lahir dan batin, dalam hati kita mohon dikaruniai negeri yang aman, makmur dan diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, dalam hati kita mohon diberi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rohmah, dan dalam hati kita mohon diberi lesan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Semoga ritual budaya tapa bisu mubeng benteng di Keraton Yogyakarta dan di tempat lain seperti di Pura Mangkunegaran Surakarta Hadiningrat yang dilaksanakan setiap malam 1 Sura atau 1 Muharram tetap dilestarikan sebagai kekayaan budaya Nusantara.

0 komentar:

Posting Komentar